“Malaysia Panic Buying Air Mineral”. Judul artikel tersebut menjadi trending di media digital pada bulan Mei tahun 2023 lalu [1]. Panic buying air mineral dipicu oleh kondisi kekeringan parah yang terjadi di 2 negara bagian Malayasia yaitu Penang dan Kedah. Rendahnya intensitas hujan dan gangguan pada sistem operasional sungai menyebabkan level air di bendungan berada di titik terendah. Bahkan volume tampungan di salah satu bendungan tinggal 39,8% dan diperkirakan hanya mampu mensuplai air minum untuk 120 hari ke depan. Air keran yang sempat berhenti mengalir ditambah himbauan penghematan air oleh otoritas setempat membuat kepanikan warga dan menyerbu supermarket untuk memborong air mineral. Banyak restoran dan tempat usaha menghentikan sementara kegiatan bisnisnya karena terbatasnya suplai air bersih.
Presiden Penang Water Watch Chan Ngai Weng mengatakan selain kondisi iklim, penggunaan air domestik yang melonjak turut menjadi penyebab kekeringan yang terjadi. Data terkahir menyebutkan tingkat konsumsi air domestik di Penang di atas 300 liter/orang/hari. Tingkat konsumsi air tersebut jauh di atas standar akses optimal yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 100-200 liter/orang/hari [2]. Bencana kekeringan yang terjadi di Malaysia menyadarkan kita bahwa peningkatan suplai air bersih harus diimbangi dengan pengendalian tingkat konsumsi air agar kebutuhan air bersih senantiasa tercukupi sepanjang tahun.
Pola Konsumsi Air Domestik
Setiap rumah tangga menggunakan air untuk beragam kegiatan seperti mandi, mencuci baju, memasak, minum, dll (Gambar 1). Hasil sebuah studi di Kota Bandung menyebutkan kegiatan rumah tangga dengan konsumsi air tertinggi adalah mandi (32%), wudhu (27%) dan flushing toilet (18%) [3]. Nilai prosentase menunjukkan bobot konsumsi air untuk suatu kegiatan terhadap total konsumsi air per hari per orang. Di negara lain, mandi dan flushing toilet juga menjadi dua kegiatan dengan tingkat konsumsi air tertinggi [4].
Gambar 1. Jenis dan proporsi konsumsi air domestik di Indonesia
Dalam sehari konsumsi air rumah tangga berfluktuasi. Pola fluktuasinya mengikuti pola aktivitas rumah tangga. Puncak konsumsi terjadi di pagi hari saat penghuni rumah mulai mempersiapkan diri untuk bekerja/beraktivitas di luar rumah dan sore hari saat penghuni mulai kembali ke rumah untuk beristirahat. Jam puncak pagi di sekitar pukul 5.00 – 9.00 sedangkan jam puncak sore di sekitar pukul 16.00 – 17.00, (Gambar 2).
Sumber : Indicators For Leakage In Waterdistribution System, Samudro. G, et al, 2010
Gambar 2. Fluktasi konsumsi air rumah tangga di Indonesia
Pemborosan Air
Setidaknya ada tiga faktor yang memicu perilaku boros air, yaitu :
a. Tarif air rendah
Tarif air yang rendah mendorong tingkat konsumsi air yang lebih tinggi. Kondisi ini terjadi di Penang. Tarif air di Penang tidak pernah naik sejak tahun 1993 karena mendapatkan subsidi dari Pemerintah setempat [5]. Dari tahun ke tahun, tarif air semakin terjangkau bahkan relatif murah karena standar hidup dan perekonomian rumah tangga yang terus meningkat. Tarif air di Penang 86% lebih rendah dibanding tarif air nasional (Gambar 3) dan xx% dari tarif air di Singapore. Sementara tingkat konsumsi air per kapita di Penang 255 L/hari, paling tinggi dibandingkan tingkat konsumsi nasional 200 L/hari/kapita dan Singapore 141 L/hari/kapita. Meski demikian tarif bukan menjadi faktor tunggal yang memicu lonjakan konsumsi air di Penang pada tahun 2021.
Sumber : https://pba.com.my/pdf/news/2024/07022024_PBAPP_DOM-Tariffs-2024_Apendix.pdf
Gambar 3. Perbandingan tarif air rumah tangga di Malaysia
b. Peningkatan standar hidup
Dengan perekonomian yang lebih baik, standar hidup akan meningkat. Kualitas hidup yang berkaitan dengan kenyamanan menjadi suatu kebutuhan baru, seperti membeli rumah yang lebih besar, membeli peralatan elektronik yang lebih canggih, memperhatikan kebugaran tubuh, menjaga kebersihan lingkungan, memasak lebih banyak makanan. Perubahan gaya hidup tersebut seringkali tanpa disadari mendorong konsumsi air per kapita.
Hasil kajian dari berbagai negara secara konsisten menunjukkan bahwa tingkat konsumsi air berbanding lurus dengan tingkat perekonomian rumah tangga. Sebuah studi di Kota Bandung menyebutkan konsumsi air per kapita pada rumah tangga ekonomi lemah (pendapatan kurang dari Rp 1.250.000 per bulan) sebesar 149 L/orang/hari sedangkan rumah tangga ekonomi tinggi (pendapatan lebih dari Rp 15.000.000 per bulan) memiliki tingkat konsumsi air 180 L/orang/hari [3]. Hasil studi lain menyebutkan konsumsi air di Amerika mencapai 222 L/orang/hari karena rata-rata hunian di Amerika memiliki kolam renang dan halaman luas [4]. Studi lainnya menyebutkan rumah tangga di Singapore yang memiliki asisten (ART) mengkonsumsi air sebanyak 160 L/orang/hari sementara rumah tangga tanpa ART hanya mengkonsumsi air sebanyak 135 L/orang/hari. Rumah tangga dengan ART lebih sering mencuci, memasak dan ke kamar mandi sehingga konsumsi air per kapitanya 20% lebih tinggi dibanding rumah tangga tanpa ART [6].
c. Kurang kesadaran terhadap volume air yang dikonsumsi
Kemudahan akses air bersih dan tingkat perekonomian mendorong konsumsi air lebih banyak. Konsumsi ini terus meningkat karena rumah tangga tidak menyadari banyaknya air yang dikonsumsi serta dampak pemborosan terhadap keberlanjutan sumber daya tersebut. Sebuah kajian tentang perilaku rumah tangga di Penang dalam mengkonsumsi air menyebutkan 44% responden belum mengetahui sumber air utama di Penang. Hasil survei tersebut mengindikasikan rendahnya kesadaran sebagian besar responden terhadap kondisi sumber daya air di Penang [5]. Sebuah studi di Cina menyebutkan 70% responden kurang menyadari banyaknya air yang dikonsumsi. 45% diantaranya memperkirakan konsumsi air lebih rendah dibanding aktual pemakaiannya [7]. Studi lain di Eropa menyebutkan hal serupa, 80% responden memperkirakan konsumsi air lebih sedikit dibanding aktualnya [8]. Responden dengan karakteristik tersebut kurang peduli dengan upaya konservasi air atau gerakan hemat air. Sementara hasil studi di Singapore menyebutkan rumah tangga yang tidak menggunakan smart meter kurang menyadari volume air yang dikonsumsi sehingga kurang mampu mengontrol penggunaan airnya [9].
Pengendalian Tingkat Konsumsi Air (Demand Management)
Meningkatnya akses air bersih memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Di sisi lain kemudahan akses air bersih mendorong konsumsi air lebih banyak. Untuk menghindari perilaku pemborosan yang berujung pada kondisi krisis air bersih diperlukan pengendalian tingkat konsumsi atau water demand management. Secara umum ada 2 mekanisme untuk mengendalikan konsumsi air, yaitu mekanisme tarif dan non-tarif. Mekanisme tarif antara lain mencakup kebijakan struktur tarif dan pemberian insentif bagi konsumen hemat air. Sementara mekanisme non-tarif mencakup upaya peningkatan kesadaran public, penggunaan teknologi/peralatan rumah tangga yang hemat air, penghargaan terhadap pelaku konservasi air.
a. Struktur Tarif
Menurut ilmu ekonomi mekanisme tarif mempengaruhi volume permintaan. Tarif air yang terlalu rendah akan mendorong konsumsi air secara berlebihan. Penerapan struktur tarif dapat mendorong perilaku hemat air. Setiap jenjang tarif dikelompokkan berdasarkan volume konsumsi pada suatu rentang tertentu, artinya semakin tinggi volume konsumsi semakin tinggi tarif air yang harus dibayarkan. Perlu diperhatikan cara mengkomunikasikan struktur tarif kepada konsumen karena konsumen lebih memperhatikan total tagihan air di setiap bulan dibanding struktur tarif yang ditetapkan [8].
b. Pemanfaatan Teknologi
Teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan konsumsi air antara lain smart water meter dan peralatan rumah tangga yang hemat air. Dengan bantuan teknologi, konsumen dapat menyadari jumlah air yang digunakan dan terdorong untuk mengendalikan konsumsinya. Teknologi yang diterapkan sebaiknya mudah diaplikasikan dan terjangkau baik dari sisi harga dan ketersediaan material.
c. Edukasi Publik
Edukasi publik dilakukan secara konsisten dan kontinu melalui media pendidikan formal dan non-formal, iklan layanan masyarakat, kampanye sosial media, seminar. Program edukasi bertujuan meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya hemat air serta mendorong perilaku yang sejenis. Edukasi publik harus dikombinasikan dengan program lain seperti pemanfaatan teknologi dan/atau kebijakan tarif karena peningkatan kesadaran saja tidak cukup kuat untuk membangun perilaku hemat air.
Agar hasilnya efektif, upaya pengendalian konsumsi air disusun berdasarkan pemahaman terhadap pola konsumsi masyarakat, karaktersitik demografi serta faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi tersebut.
Referensi :
[1] Tri Putra, Malaysia Panic Buying Air Mineral, Begini Kondisi Sebenarnya, www.cnbcindonesia.com, 21 May 2023
[2] World Health Organization (2003), The Right to Water
[3] Yuniati Zevi, et al, Estimating Household Water Consumptions in the Bandung Metropolitan Area, IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science, 2022
[4] Boyu Du, et al, Analysis of Domestic Water Consumption in Typical Countries and Its Enlightenment to China, E3S Web of Conferences, 2022
[5] Penang Green Council, Penang Water Use Behavioural Survey, Mei 2023
[6] Clara Chong, Households with maids use 20 per cent more water: PUB survey, www.straitstimes.com, 10 Maret 2020
[7] Liangxin Fan, et al, Public Perception of Water Consumption and Its Effects on Water Conservation Behavior, Water Journal, 2014
[8] Laura Seelen, et al, Saving Water for The Future: Public Awareness of Water Usage and Water Quality, Journal of Environmental Management, 2019
[9] PUB, Singapore’s National Water Agency, Digitalising Water – Sharing Singapore’s Experience, IWA Publishing, 2020